GAYA HIDUP MAHASISWA SEKARANG

GAYA HIDUP MAHASISWA SEKARANG

Posted on 


Pergerakan kaum intelektual dalam hal ini pelajar dan mahasiswa tidak bisa lepas dari sejarah bangsa Indonesia. Sejarah mencatat pergerakan kaum intelektual telah mengubah nasib bangsa ini. Tahun 1908 sekelompok pelajar STOVIA mendirikan Boedi Oetomo karena peduli dengan nasib bangsa Indonesia dan melahirkan pergerakan baru dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
          Pergerakan kaum intelektual yang sangat fenomenal dalam sejarah Indonesia adalah saat menumbangkan rezim orde baru pada tahun 1998. Pelajar, mahasiswa, dan masyarakat Indonesia bersatu menuntut adanya reformasi. Mereka menilai pemerintahan orde baru  telah gagal akibat penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan Soeharto dan kroni-kroninya.
Di tahun 1998 gerakan mahasiswa sangatlah berpengaruh. Masyarakat sangat mendukung berbagai gerakan yang dilakukan oleh mahasiswa. Pandangan masyarakat terhadap mahasiswa adalah sebagai agen perubahan masyarakat. Mahasiswa berhasil memenuhi tuntutan masyarakat untuk berperan sebagai agen perubahan.
          Dengan dua contoh di atas, peranan kaum intelektual adalah sebagai agent of social control (kontrol sosial) dan agent of change (agen perubahan). Kedua fungsi kaum intelektual (mahasiswa) berfungsi dengan baik dan masyarakat mendapatkan peran nyata masyarakat. Saat itu peran mahasiswa berhasil dan dianggap sebagai kekuatan yang ditakuti oleh para penguasa karena dapat menggalang massa.
          Jika kita tarik dengan keadaan pasca reformasi, mahasiswa seperti kehilangan momentum. Tidak ada konsep perjuangan yang jelas membuat mahasiswa seperti kehilangan arah. Pergerakan reformasi pada tahun 1998 hanya dianggap sebagai euforia belaka. Mahasiswa seakan-akan tidak perduli lagi dengan nasib bangsa ini, hanya ada segelintir mahasiswa yang masih perduli dan konsisten mengawal reformasi.
Problematika Yang Terjadi di Mahasiswa
          Gaya hidup mahasiswa sekarang sangatlah berbeda dengan mahasiswa zaman dahulu. Pada zaman sekarang, pengaruh gaya hidup barat sangat terasa. Mahasiswa menjadi hedonis. Kita bisa lihat, betapa banyaknya acara-acara hedonis yang diselenggarakan oleh mahasiswa dibandingkan dengan acara bakti sosial. Budaya barat telah meracuni pikiran mahasiswa terhadap kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat bagi masyarakat,
Dengan sistem pendidikan nasional sekarang, membuat mahasiswa hanya mengejar nilai (indeks prestasi) dan berpikir bagaimana caranya agar dapat lulus dengan cepat. Sistem pendidikan seperti itu menekan mahasiswa, membuat mahasiswa terkurung dalam lingkaran kekakuan. Mahasiswa tidak dapat bergerak secara bebas dan leluasa.
          Dengan sistem pendidikan sekarang, membuat mahasiswa kehilangan pikiran kritisnya. Mahasiswa didogma oleh kampus untuk cenderung berpikir secara pragmatis dalam menghadapi berbagai persoalan. Sistem pendidikan sekarang ampuh menghilangkan idealisme mahasiswa. Sistem pendidikan melatih kita (pelajar dan mahasiswa) untuk menjadi kuli.
          Dampaknya adalah dengan kurikulum seperti itu membuat mahasiswa jauh dari masyarakat. Sehingga mahasiswa tidak peka lagi menangkap realitas sosiologis dan realitas psikologis yang terjadi dalam masyarakat. Mahasiswa menjadi kelompok elite dan jauh dari masyarakat.
Hal ini diperparah lagi dengan maraknya tawuran antar mahasiswa, perusakan kampus oleh mahasiswa. Kita bisa melihat sendiri dalam tayangan televisi betapa anarkisnya tindakan mahasiswa. Hal-hal tersebut dapat merugikan mahasiswa sendiri. Masyarakat pun bersikap antipati terhadap mahasiswa, bahkan mencap buruk mahasiswa.
          Akibatnya aksi-aksi yang dilakukan mahasiswa dianggap dingin oleh masyarakat. Dari mahasiswanya sendiri pun bersikap apatis. Aksi-aksi mahasiswa yang biasanya berupa demonstrasi pun hanya dianggap angin lalu oleh penguasa. Aksi-aksi mahasiswa telah kehilangan kekuatan sebagai penyalur aspirasi.
            Hilangnya idealisme mahasiswa dan dukungan masyarakat membuat mahasiswa seperti kehilangan arah. Momentum-momentum seperti reformasi pun manjadi kehilangan jiwanya. Reformasi dan mahasiswa seperti berjalan sendiri-sendiri. Tidak ada yang mengawal reformasi, sehingga reformasi seperti kehilangan arah dan kebablasan.
Solusi
          Melihat fenomena tersebut, maka kita mempunyai kewajiban untuk mengubah mentalitas yang hedonis dan pragmatis tersebut kembali kepada jati diri mahasiswa, yang mempunyai idealisme tinggi. Salah satu jalan alternatif untuk itu adalah dengan menghadapkan langsung mahasiswa pada masalah-masalah yang terjadi di dalam masyarakat. Mahasiswa diharapkan mampu melihat permasalahan secara makro, tidak seperti sekarang ini yang hanya berdemonstrasi tanpa melihat masalah dari dua pihak yang berbeda, yaitu masyarakat dan pemerintah.
          Dengan menghadapkan langsung mahasiswa kepada masalah yang terjadi di masyarakat, mahasiswa diharapkan mampu menangkap realitas sosiologis dan psikologis masalah. Mahasiswa dilatih untuk berpikir kritis dan mencari solusinya, tidak hanya bisa mengkritik.
Di samping itu, supaya berjalan seimbang, fungsi unversitas sebagai fungsi pengabdian masyarakat harus dilaksanakan tidak hanya terbatas pada simbol, tetapi benar-benar real di dalam aplikasinya. Hal itu, dimaksudkan untuk menolak pandangan kampus sebagai menara gading. Dengan begitu, idealisme serta daya kritis mahasiswa yang terasa hilang akan dapat dibangunkan kembali.
          Mahasiswa dapat mengabdikan ilmunya yang didapat di dalam perkuliahan untuk masyarakat. Degan cara ini, tidak ada lagi jurang pemisah antara masyarakat dengan mahasiswa. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap mahasiswa akan pulih. Mahaiswa pun pada akhirnya kembali mendapat dukungan dari masyarakat.
Sumber :

MuhdFauzan

Baru belajar, maklum :D.

No comments:

Post a Comment